Cerita dari: Jilliane (@mrsjiw)
Terkadang, sesuatu hal yang sulit memang diijinkan terjadi supaya kita lebih menghargai arti sebuah kehidupan. Untukku, hal ini terjadi supaya aku lebih mengerti arti sebuah kesehatan.
Sebagai seorang wanita, rasanya gak akan ada sih yang mau kalau suatu hari setelah menikah nanti, ternyata sulit punya anak. Pasti ingin semuanya lancar. Siapa yang sangka, aku adalah salah satu wanita yang cukup “beruntung” untuk mengalami kesulitan hamil karena PCOS.
Kenapa aku sebut beruntung? Karena, kalau aku gak kenal sama PCOS, aku tidak akan pernah sadar kalau kesehatan itu mahal harganya. Tidak akan pernah belajar bagaimana cara menjalani gaya hidup yang lebih sehat. Kalau tidak kenal PCOS, mungkin aku akan terus-terusan menyiksa badanku sendiri tanpa aku sadari. Walaupun memang sih, sampai sekarang pun belum ada yang tau penyebab pasti dari PCOS… tetapi one thing is for sure, gaya hidup bisa memperburuk kondisi PCOS. Efek lainnya, kemungkinan besar penderita PCOS menjadi sulit untuk hamil.
Sebelum menikah, aku sempat cek hormon. Sebetulnya pada saat itu aku bermaksud untuk cek hormon hipotiroid. Bukan iseng, aku memang ingin cek karena sejak dulu sulit untuk turun berat badan. Sampai salah satu sepupuku menyarankan untuk cek hormon hipotiroid. Karena waktu itu aku mau menikah, dokter sekalian melakukan pengecekan hormon-hormon lain termasuk hormon kesuburan. Waktu di cek, hipotiroidnya tidak apa-apa, tapi… ketahuan kalau ternyata aku punya hormon androgen yang cukup banyak, di mana seharusnya hormon itu dimiliki sama gender lelaki (pantesan aku tuh sulit feminim… hahahaha…).
Setelah menikah, aku tidak langsung tahu kalau aku menderita PCOS. Karena pada saat cek hormon itu dokter tidak bilang apa-apa, beliau hanya menyarankan untuk cek dalam dengan Obgyn setelah menikah. Aku tidak terlalu concern, malah bisa dibilang aku agak santai karena sebetulnya menstruasiku bisa dibilang tidak sekacau itu. Jadi, dalam 1.5 bulan sekali pasti datang bulan, kadang malah 1 bulan sekali. Memang sih, waktunya gak pernah pasti… pernah juga telat sampai 2 bulan, tapi terhitung jarang sekali, biasa kejadian kalau lagi banyak pikiran, banyak tekanan pekerjaan saja. Jadi, aku berpikir itu masih normal.
Di awal menikah, aku masih punya prinsip mau have fun go mad dulu gitu… aku tidak ngebet untuk punya anak, santai… Aku menikah di tahun 2015, dan akhirnya di pertengahan tahun 2016 aku cek ke dokter obgyn. Obgyn pertama ini mengindikasikan aku antara PCO atau PCOS, butuh tes lanjutan katanya… (PCO dan PCOS ternyata beda loh ya!) karena terlihat telurku berbentuk seperti kalung. Namun obgyn ini masih bilang, “PCO gini sekarang banyak kok, dan masih bisa hamil.”. Kemudian kami diberi perkiraan tanggal masa subur, aku disarankan untuk kembali lagi untuk dicek kematangan telurnya. Disini ketahuan bahwa sel telur aku juga tidak bisa matang sempurna, sehingga obgyn pun mengatakan kalau sepertinya aku menderita PCOS bukan hanya PCO, karena biasanya kalau tidak bisa matang sempurna seperti ini disebabkan oleh adanya gangguan hormon. Lalu aku cerita kalau aku pernah cek hormon, dan kadar hormon androgenku lumayan tinggi.
Lalu akhirnya obgyn memberikan pilihan promil: yang standar (minum obat kesuburan), atau yang lebih ‘boosting’ dengan suntikan hormone. Apapun pilihannya, obgyn menyatakan kalau saya harus mulai mengimbangi usaha kehamilan ini dengan gaya hidup sehat, which is the hardest part for me. Akhirnya, aku pilih yang standar saja, tidak berani untuk suntik hormon. Setelah menjalani program selama 6 bulan, belum ada perubahan apapun, dan timbangan berat badanku naik bagaikan jetcoaster yang tidak pernah turun, berujung aku merasa malas menjalani program kehamilan ini. Aku putuskan untuk rehat sejenak dari program ini sambil memperbaiki gaya hidup, yang pada saat itu masih wacana dan terus jadi wacana karena belum sadar juga, haha…
Memasuki tahun 2017, aku memulai dengan resolusi baru untuk hidup sehat yang hanya bertahan selama kurang lebih satu bulan saja. Selebihnya, Kembali ke kebiasaan awal. Mungkin karena jenuh, atau karena terlalu ekstrim perubahannya, terlalu memaksakan sehingga akhirnya cepat jenuh dan mindset-ku yang masih salah. Tujuan utama bukan untuk sehat, melainkan untuk kurus karena aku yakin kurus = sehat. Alhasil, setiap melihat timbangan aku jadi tertekan karena tidak juga ada perubahan padahal sudah berusaha makan lebih sehat dan menahan nafsu. Di pertengahan tahun 2017 aku sempat mencoba ramuan tradisional China selama beberapa bulan, dan tidak berhasil juga. Akhirnya mengumpulkan niat untuk kembali ke obgyn lagi dan niat itu baru terkumpul di tahun 2018.
Di tahun 2018 aku ke obgyn baru. Diagnosanya masih sama, aku menderita PCOS. Obgyn yang ini lebih menekankan aku untuk gaya hidup sehat, dan akhirnya aku promil lagi, dikasih obat kesuburan. Programnya mirip dengan sebelumnya, tetapi di program kali ini berat badanku lumayan turun walau ada naiknya sesekali, tetapi masih belum berhasil juga. Akhirnya aku dirujuk untuk pemeriksaan HSG, dikhawatirkan ada saluran yang tersumbat. Proses ini bisa dibilang adalah proses yang sangat traumatis, saking tegangnya aku gagal melakukan HSG dan cukup trauma sampai tidak ingin ikut program apapun untuk sementara waktu.
Akhirnya gagal lagi untuk promil. Waktu itu aku cuma bisa menangis dan berdoa, mempertanyakan apa Tuhan gak tahu kalau aku dan suami suka sekali sama anak kecil? Bukannya banyak yang bilang kalau seorang anak itu merupakan titipan Tuhan, tapi kalau memang betul titipan Tuhan kenapa seorang manusia harus bersusah-susah seperti ini untuk mendapatkan keturunan? Sampai di suatu waktu aku mendapatkan bisikan hati, yang menenangkan, meyakinkan bahwa jika Tuhan memang mau menitipkan anak hanya kalau kita sudah siap untuk diberi titipan. Ibaratnya, kalau kita punya anjing kesayangan, lalu kita mau pergi dan terpaksa menitipkan anjing di pet shop, kita juga tidak akan asal-asalan menitipkan ‘kan? Pasti kita lihat pet shop mana yang kira-kira paling terpercaya untuk kita dititipkan. Apalagi seorang anak manusia. Kalau kitanya tidak siap, apa iya Tuhan mau main titipkan gitu aja? Hal ini cukup bikin aku tertohok, lalu aku mulai research serius tentang PCOS, banyak baca artikel, baca testimoni orang-orang, dan mulai mempelajari pola hidup sehat untuk PCOS.
Tidak sedikit orang yang bertanya, kenapa tidak bayi tabung aja? Banyak loh yang berhasil. Bahkan, tekanan untuk mencoba bayi tabung juga sebetulnya datang dari keluarga. Aku tidak menentang proses bayi tabung. Tetapi setelah aku banyak membaca soal PCOS dan semakin tahu bahwa kondisi hormonal kita sangat tidak stabil, walaupun melakukan bayi tabung kemungkinan gagal tetap besar. Aku juga memiliki alasan personal kenapa aku tidak mau mencoba bayi tabung… sehingga akhirnya aku memutuskan, di tahun 2019 aku harus bisa meakukan perubahan gaya hidup. Bukan hanya untuk supaya bisa hamil, tapi untuk kesehatan diriku sendiri.
Apa bisa langsung aku jalani? Tentu tidak.. Bayangkan aja, aku ini pecinta kopi.Ibaratnya bangun tidur harus ngopi atau nyawa aku tidak terkumpul. Tetapi ternyata kopi itu bagaikan musuh bebuyutan buat PCOS. Kafein membuat gejala PCOS makin buruk. Lalu gula… yang juga bukan teman baik untuk PCOS. Padahal aku suka sekali makan cake! Lalu… PCOS juga harus menghindari makanan instan dan junk food, padahal aku tuh pecinta mie instan sejati… tidak mudah lho, mengubah kebiasaan-kebiasaan itu buat aku.
Singkat cerita, di tahun 2019 aku juga menjadi pelanggan setia Namaste Organic, tempat aku belanja asupan-asupan sehatku. Sedikit demi sedikit, perlahan tapi pasti cemilanku berubah. Kopi? Yang tadinya setiap pagi harus minum, dimulai dari 3 hari kali, seminggu sekali, sampai akhirnya bisa sebulan sekali dan terakhir ini cuma minum kopi kalau lagi nongkrong (sebelum PSBB). Semacam social drinker ya. Malah pagi-pagi seringnya minum jamu Alchemy dari Namaste Organic! Yang tadinya selalu punya alasan untuk minum yang manis-manis, perlahan beralih ke minuman yang lebih sehat dan bernutrisi seperti unicorn powdernya Namaste. Aku juga mulai mencari produk yang gluten-free, kalau bisa no-sugar, dan banyak lagi.
Tidak usah ditanya, kalau badan kita lebih sehat, kita juga akan bisa merasakan. Yang tadinya aku sering merasa lemas dan ngantuk di siang hari, sekarang tidak lagi. Menstruasi pun jadi lebih lancar.
Udah hidup sehat, hamil gak?
Kalau hamil, ada bagian kita, tapi ada bagian misteri ilahi. Awal tahun 2020 aku udah bertekad kalau belum hamil juga aku akan mulai promil lagi, dengan lebih percaya diri tentunya karena merasa badan sudah lebih sehat. Di bulan Januari 2020, belum ada tanda-tanda hamil sih, tetapi di sini aku tetap setia dengan pola hidup yang baru. Aku sampai tanya sama suami ”gimana kalo kita ga dikasih anak?”. Suami terus bilang, ”ya gapapa, kalau memang itu rencana Tuhan sih ya mau gimana?”
Jadi di bulan Februari 2020 sebetulnya aku sudah didaftarkan untuk datang ke salah satu obgyn di Jakarta yang katanya bagus untuk kasus ini. Bahkan untuk ke dokter ini perlu daftar satu hingga dua bulan sebelumnya untuk pasien baru. Ternyata bulan Februari karena bentrok dengan urusan kerjaan jadi terpaksa diundur ke April 2020. Bulan April 2020 ternyata virus corona merebak, jadi dokter tidak menerima pasien. Tiga hari setelah mendapatkan kabar tidak bisa ke obgyn, aku iseng mencoba test pack karena sudah telat 1 bulan. Ternyata hasilnya POSITIF DUA GARIS!!
Ternyata, PCOS bisa hamil alami ya, tentu karena banyak faktor lainnya, termasuk faktor ilahi, hahaha. tapi aku juga percaya salah satunya karena kondisi badan aku yang udah lebih sehat dan udah siap menerima satu nyawa titipan Tuhan di dalam perut ini.